ANTARA News

Sabtu, 20 Agustus 2011

Mendag Jangan Bisanya Mendagangkan Negeri

Jakarta - Mari Elka Pangestu barangkali merupakan salah satu menteri yang paling banyak dikeluhkan. Setidaknya, dalam satu bulan ini sudah dua menteri yang mengeluhkan bahkan menyerang Mari. Mereka yakni Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad dan Menteri Pertanian Suswono.

Suswono, akhir Juli 2011 lalu, menyebut Mari tidak berempati pada petani. Pasalnya, harga pembelian pemerintah (HPP) yang ditetapkan mengakibatkan lonjakan harga beras di pasaran. Saat itu HPP gabah ditetapkan sebesar Rp 3.345 per kilo gram (kg) dan beras Rp 5.060 per kg. Bagi Suswono HPH tersebut tidak relevan.

"Mendag juga harusnya punya empati dan hati nurani sedikitlah kepada petani dan peternak,” kritik Suswono saat Rakor Pangan, 26 Juli lalu.

Mari yang mendapat kritikan Mentan membantah tidak berempati kepada petani dan rakyat miskin. Mari beralasan kebijakannya demi menjaga keseimbangan harga. "Bukan tidak empati kepada petani, tapi saya juga harus memikirkan harga yang terjangkau untuk konsumen, termasuk menjaga keseimbangan harga,” kata Mari waktu itu.


Belum satu bulan kritikan Suswono, Mari membuat berang Fadel. Kali ini masalahnya adalah impor garam. Fadel sudah menggelontorkan Rp 97 miliar untuk meningkatkan produksi garam petani. Tapi upaya Fadel bisa sia-sia, karena Mari justru mengizinkan impor garam hingga 900 ribu metrik ton.

“Mereka (Kementerian Perdagangan) hanya berpikir bagaimana izin-izin ekspor dan impor saja,” kritik Fadel.

Selain dua menteri itu, Mari juga dikeluhkan banyak kalangan, antara lain DPR, Serikat Petani, Dewan Tani, Kamar Dagang dan Industri (Kadin). Banyak kalangan menilai kebijakan Mari tidak pro rakyat. Tidak heran seringkali kebijakan Mari didemo baik oleh aktivis mahasiswa, petani dan nelayan.

Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perdagangan Distribusi dan Logistik Natsir Mansyur mengkritik kebijakan Mari yang suka mengobral izin impor. Mendag seharusnya mengurangi porsi impor, terutama impor kebutuhan pangan karena nilainya sudah 65 persen. Natsir bahkan mengaku sudah putus asa terhadap Mari yang menurutnya membawa bangsa ini ke arah kehancuran.

"Kalau urusan Mari (Mendag) terserahlah mau ancur-ancur. Kalau semua diimpor, perempuan juga bisa diimpor. Dia selama ini tidak pernah koordinasi dengan pihak lainnya, dan kurang nasionalis," kata Natsir kepada detik+.

Kritik sangat keras juga dilontarkan Ketua Umum Dewan Tani Indonesia (DTI) Ferry Juliantono. Ia mengusulkan SBY memasukkan Mari sebagai menteri yang pertama kali harus di-reshuffle. “Bisanya hanya ‘mendagangkan’ negeri ini bukan mendagangkan produk dalam negeri alias neo-lib,” kata politisi Partai Demokrat itu kepada detik+.

Menurut Ferry, seharusnya kementerian perdagangan menjadi penjaga gawang bagi berbagai produk ekspor dan impor bukan malah berpandangan menyerahkan segalanya pada mekanisme pasar yang jelas-jelas pandangan seperti itu berpaham neo-liberalisme.

Ia pun menilai peraturan Kemendag yang melarang impor 1 bulan sebelum dan dua bulan setelah panen juga merupakan aturan “penghibur” saja. Karena pada prakteknya di lapangan pada saat-saat itu garam impor membanjiri pasaran.

Koordinator Gerakan Indonesia Bersih Adhie Massardi menyebut kebijakan Mari mulai dari diperbolehkannya ekspor rotan mentah, CAFTA, Permendag 39 hingga pembelian pesawat China MA 60 telah melukai rasa nasionalisme bangsa. "Asal tahu saja kalau dia beli pesawat itu dari PT DI, BUMN itu akan bisa berkembang hingga 10 tahun!" tegas Adhie.

Mantan �Menteri Koordinator Perekonomian dan Menteri Keuangan Rizal Ramli juga kecewa terhadap Mari atas kebijakan perdagangan bebas bersifat dogmatis. Dalam setiap melakukan hubungan kerja sama Mendag tidak pernah melakukan simulasi terhadap untung dan rugi perjanjian hubungan kerja sama. Namun, sudah berani menandatangai perjanjian perdagangan.

Putri dari ekonom terkenal Indonesia, J Panglaykim ini juga dinilai telah melakukan praktik perdagangan bebas gelondongan dan menyamaratakan semua produk. Seharusnya, Menteri Perdagangan bisa lebih selektif dengan memilah-milah produksi apa yang dikenakan free trade.

"Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu harus mundur dari jabatannya, karena telah bertindak ceroboh. Seharusnya, kalau mau memanfaatkan free trade jangan melakukan impor gelondongan. Tapi struktural, seperti cokelat dan kelapa sawit misalnya," kata Rizal.

Kalangan DPR juga tidak kalah garang mengecam mantan ekonom CSIS ini. Terkait perseteruan soal impor garam, DPR pun membela Fadel. Mari dinilai tidak peduli dengan nasib para petani garam dan DPR menyatakan siap membongkar mafia impor.

"Menteri Perdagangan sebaiknya mundur dari jabatannya karena selalu membuat kebijakan yang menyakitkan rakyat," cetus Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Firman Subayo.

Sebelumnya anggota Komisi III DPR Bambang Soesatyo juga menyerang Mari dengan kritik yang menyerempet SARA terkait pembelian pesawat MA 60 dari China. “Jangan heran kalau kebijakan Elka membeli pesawat MA 60 dari China itu lebih mengacu ke nenek moyangnya," kritik Bambang.

Kritikan Bambang ini tak pelak menimbulkan polemik. Namun tidak sedikit yang membela Bambang dan meminta Mari melakukan instrospeksi diri.

(iy/nrl) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar