ANTARA News

Jumat, 26 Agustus 2011

Neneng, dari Model, Dagang Telur Hingga Buron

Jakarta - Neneng dari keluarga sederhana. Tamat SMU, ia menjadi sales mobil. Ia juga masuk kelompok model. Pernah jadi caleg lantas kini jadi buron Interpol.

Neneng Sri Wahyuni pasti tidak pernah membayangkan akan menjadi buron Interpol. Ia berasal dari keluarga baik-baik meskipun hidup sederhana. Menikah dengan M Nazaruddin mengubah segalanya.

Neneng adalah anak bungsu dari 9 bersaudara dari pasangan Amir dan Nurmani. Sang ayah pernah bekerja sebagai pengumpul barang-barang bekas. Sementara ibunya, berjualan kue.

Karena masalah ekonomi, Neneng hanya mampu menamatkan SMU. Tamat sekolah, Neneng bekerja sebagai sales mobil. Namun ia tidak mau pasrah. Selain menjadi sales, perempuan kelahiran 15 Februari 1982 itu berusaha mengubah nasib dengan bergabung dalam kelompok model di Pekanbaru.

Sekitar tahun 2000-an, Neneng berkenalan dengan Nazar yang saat itu memiliki showroom mobil di Jalan Tuanku Tambusai. Setelah perkenalan itu, Neneng pindah kerja ke showroom Nazar. Ia lantas diangkat menjadi sekretaris Nazar. Mungkin dari profesi itu keduanya semakin dekat dan kemudian menikah.

“Neneng dikabarkan istri kedua Nazar. Tapi kepastiannya saya juga tidak tahu. Tapi kawan-kawan di kalangan Demokrat menyebutnya seperti itu,” kata Ketua Divisi Kaderisasi DPD Demokrat Riau Roni Riansyah kepada detik+.

Pernikahan dengan Nazar, membuat hidup Neneng berkecukupan. Rumah masa kecil Neneng yang sebelumnya hanya bangunan semi permanen pun diubah menjadi rumah mewah. Rumah di Jln Amal No 40 RT 03 RW O4 Kampung Dalam, Kecamatan Sukajadi, Pekanbaru itu dipugar dan dibangun menjadi rumah tingkat berlantai dua. Meski Nazar bermasalah dalam kasus suap Wisma Atlet di Palembang, pembangunan rumah itu seakan tidak terkendala. Rumah itu tetap terus dibangun.


Kini rumah itu hampir rampung. Jika sebulan lalu, dinding rumah hanya terlihat batu bata yang belum diplaster, sekarang dinding rumah sudah disemen halus. Kusen, jendela dan pintu juga sudah terpasang apik. Hanya saja lantai rumah itu belum terpasang keramik dan belum dicat.

Rumah orangtua Neneng itu terletak di kawasan padat penduduk. Tidak jauh dari lokasi rumah ada pasar tradisional Cik Puan yang kini tengah dipugar untuk menjadi pasar modern.
Kebanyakan warga sekitar kebanyakan menaruh hormat pada ayah Neneng, Amir. Tapi mereka mengaku tidak begitu mengenal istri Nazaruddin yang kini jadi pergunjingan nasional itu. Warga pun enggan dan bahkan terkesan takut bila ditanya soal Neneng.

 “Mohon maaf Pak, kami bukan warga sini, kami hanya numpang duduk. Kami tidak tahu soal pemilik rumah itu,” ujar seorang lelaki yang duduk di depan warung kopi yang bersebelahan dengan rumah orang tua Neneng.

Walau mengaku bukan warga setempat, laki-laki itu dengan ringan hati menunjukkan alamat rumah Ketua RT. Rumah Ketua RT hanya berjarak sekitar 50 meter dari rumah Neneng. Sama dengan para pria di depan warung kopi, Latif, Ketua RT itu juga enggan berbicara soal Neneng dan Nazar. “Tidak ada untungnya juga buat saya berbicara soal keluarga mereka (Neneng-Red). Nanti salah-salah bicara kita kena ancam,” kata Latif.

Latif mengaku mengenal baik kedua orangtua Neneng. Almarhum ayahanda Neneng juga pernah menjadi Ketua RT di lingkungan setempat. Menurut Latif, keluarga Neneng dekat dengan masyarakat dan pandai bergaul.

“Mereka itu keluarga baik-baik. Kalau tidak baik, mana mungkin orangtua Neneng bisa menjadi Ketua RT di sini,”ujar Latif.

Tapi meski kenal baik orang tuanya, Latif menyatakan kurang mengenal sosok Neneng. Bahkan meski tetangga dekat, Latief juga tidak mengetahui kapan Neneng dan Nazar menikah. Latif juga mengaku tidak pernah bertemu Nazar. Kapan Neneng terakhir terlihat di rumah itu, Latif pun menyatakan tidak tahu.

Sebagai Ketua RT, ia juga tidak pernah menguruskan surat-surat untuk Neneng, apakah surat pindah ke tempat lain atau pun surat untuk menikah.

“Jadi kalau Neneng pindah ke Jakarta ikut suaminya, kita sama sekali tidak pernah mengeluarkan surat keterangan apa pun terhadap dia,” kata Latif.

Warga juga tidak tahu apa pekerjaan Neneng. Dalam SPT Wajib Pajak yang diterima detik+, perempuan berambut panjang itu mencantumkan pekerjaannya adalah pedagang telur. Tapi menurut Latif, Neneng tidak pernah berjualan telur. “Setahu saya Neneng itu tidak pernah jualan telur,” ujar Latif.

Kemisteriusan Neneng tidak hanya dirasakan warga sekitar. Ia juga menjadi misteri bagi kader Partai Demokrat Riau. Neneng sebenarnya tercantum dalam susunan pengurus DPD Demokrat Riau tahun 2007 -2010. Ia bahkan pernah menjadi pengurus dengan jabatan sebagai wakil ketua. Namun kader PD tidak mengenalnya karena Neneng  tidak pernah aktif di partai.

“Hanya nama Neneng saja terpampang sebagai pengurus partai. Namun dia sendiri tidak pernah hadir bila ada rapat-rapat partai. Nama Neneng hanya ditumpangkan di susunan pengurus kala itu,” kata Roni.

Sekalipun tidak aktif di partai, nama Neneng sempat nangkring sebagai Caleg DPR RI Dapil II dari Riau untuk wilayah Kabupaten Kampar, Kuansing, Indragiri Hulu dan Pelalawan. Nomor urut Neneng di bawah M Nasir, kakak kandung Nazar yang disuruh mengaku sebagai sepupu. Hanya saja Neneng tidak terpilih menjadi anggota DPR RI karena kurang suara.

Masuknya Neneng dalam daftar caleg tentu tidak lepas dari intervensi Nazar. Tersangka kasus Wisma Atlet ini memang memasang jaringan keluarganya, saat menjabat bendahara umum PD. Selain Neneng dan Nasir, Nazar juga menitipkan sepupunya Rita Zahara. Rita kini menjadi anggota DPRD Riau dengan jabatan sebagai Ketua Fraksi Demokrat.

Kini masa-masa jaya Nazar berakhir. Kerabat dan tentu saja istri yang merupakan orang paling dekat ikut terseret-seret. Neneng ikut sibuk mengikuti Nazar saat menjadi buron KPK. Kini setelah Nazar ditahan KPK, ganti Neneng yang menjadi buruan.

Awal Agustus lalu, ibu dua anak itu ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek pengadaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan Pekerjaan Supervisi Pembangkit Listrik (PSPL) di Kemenakertrans tahun anggaran 2008. Dan ia menjadi buronan polisi 88 negara anggota Interpol.

(iy/nrl) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar