Jakarta - Tuntutan agar Badan Anggaran (Banggar) DPR dibubarkan makin kencang terdengar. Salah satu badan di lembaga legislatif ini sudah lama dicurigai sebagai jaringan mafia anggaran. Bahkan sempat muncul agar dibentuk Panja Mafia Anggaran.
Di Banggar lah, partai politik menempatkan para petingginya seperti bendahara, wakil bendahara dan sekretarisnya. Dengan duduk di Banggar, para pemimpin parpol itu bisa dengan mudah kongkalikong dengan pemerintah dalam menentukan anggaran karena anggaran proyek-proyek pemerintah harus melewati lembaga ini dulu.
Sudah menjadi rahasia umum, ada fee buat anggota Banggar untuk setiap proyek pemerintah yang berhasil digolkan. Dari fee proyek itulah kemudian uang masuk ke kantong para anggota Banggar dan juga disetorkan ke partai.
Soal fee untuk Banggar misalnya diuangkap oleh Farhat Abbas, pengacara tersangka kasus suap Kemenakertrans Dharnawati. Farhat mengungkapkan perusahaan kliennya diwajibkan membayar commitment fee sebesar 5-10 persen dari total nilai proyek Rp 500 miliar. Uang itu lantas dibagikan kepada Banggar dan kementerian.
"Dulu Dhamawati sebelum ditangkap menyerahkan dana sebesar 5 sampai 10 persen. Dana itu mengalir ke Muhaimin dan Badan Anggaran DPR RI," kata Farhat.
Tersangka lainnya dalam kasus itu, Dadong Irbarelawan juga membenarkan adanya fee tersebut. Maka untuk menyelidiki pengakuan tersebut KPK pun memeriksa pimpinan Banggar.
Empat pimpinan yang dipanggil KPK yakni yakni Mechias Mekeng, Mirwan Amir, Tamsil Linrung, dan Olly Dondokambey. Mereka diperiksa KPK sebagai saksi pada 20 September 2011 lalu.
Sebelumnya kasus Nazaruddin juga sudah mengungkap adanya aliran dana untuk Banggar. Mantan bendahara Partai Demokrat (PD) itu mengungkap memberikan jatah fee proyek Wisma Atlet untuk Banggar. Jatah fee itu disetorkan Angelina Sondakh dan I Wayan Koster untuk diteruskan ke Wakil Ketua Banggar Mirwan Amir. Mirwan kemudian disebut membagi-bagikan jatah fee ke pimpinan Banggar DPR. Tapi Mirwan telah membantah menerima fee itu.
"Itu kebohongan, (Nazaruddin) ini ada sedikit mentalnya terganggu dengan keadaan seperti ini Jadi sudah mengarang-ngarang semua," kata Mirwan.
Meski dibantah, anggapan danya mafia anggaran di Banggar terus menguat. Apalagi anggota Banggar Wa Ode Nurhayati pernah memberi kesaksian adanya mafia anggaran di DPR. Wa Ode menyatakan pimpinan DPR sebagai penjahat anggaran. Karena pernyataan itu, Wa Ode dilaporkan ke BK DPR oleh Ketua DPR Marzuki Alie.
Dari banyaknya dugaan mafia anggaran itu, mau tidak mau harta anggota Banggar pun menjadi sorotan. Terakhir bahkan Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) memberikan data adanya transaksi mencurigakan alias transaksi liar anggota Banggar.
Seperti apakah kekayaan anggota dan pimpinan Banggar? Ternyata kekayaan mereka memang sangat luar biasa.
Wa Ode Nurhayati yang berkonflik dengan pimpinan Banggar dan pimpinan DPR misalnya memiliki harta Rp 5,542 miliar. Istri dari Arif Muttaqin ini melaporkan harta kekayaannya terakhir ke KPK pada 30 November 2009.
Dari laporan itu diketahui, harta tidak bergerak Wa Ode terdiri dari tanah dan bangunan di Kabupten Merauke, Wakatobi dan Bekasi senilai Rp 3,88 miliar.
Sementara alat transportasi yang dimiliknya senilai Rp 1,247 miliar yang terdiri dari mobil Honda CRV tahun 2009, Toyota Harrier 2009, dan Fortuner 2008 dan harta bergerak lainnya yang mencapai Rp 405 juta dan giro dan setara kas lainnya Rp 10 juta.
Namun Wa Ode memastikan semua kekayaannya diperoleh lewat jalan yang benar. Kekayaan itu diperoleh dari bisnis konveksi yang dijalankannya. "Sejauh ini, saya tidak melakukan transaksi illegal," tegas Wa Ode.
Sebagai pengusaha, Wa Ode mengaku ia sering melakukan transaksi besar di atas Rp 500 juta meskipun telah menjadi anggota DPR. "Saya yakin itu tidak melanggar hukum. Sejak di DPR saya tidak menggunakan uang APBD dan APBN untuk pribadi," tegas Wa Ode.
Wa Ode memang menjadi sosok yang kontroversial. Ia mendapat dukungan karena dianggap sebagai whistle blower mafia anggaran dengan menyebut pimpinan DPR sebagai penjahat anggaran dalam acara 'Mata Najwa'. Namun tidak sedikit yang mencurigai Wa Ode sebagai bagian mafia anggaran. Ia pernah digosipkan menjadi calo anggaran bagi kepala daerah yang ingin anggarannya segera cair. Tapi perempuan berkerudung itu membantahnya. Ia bertemu sejumlah kepala daerah hanya untuk konsultasi normatif saja.
"Itu sama sekali fitnah. Itu tidak ada bukti hukumnya," kata Wa Ode.
Bila dibandingkan dengan pimpinan Banggar, sebenarnya kekayaan Wa Ode masih di berada bawahnya. Berdasar data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tentang laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN), harta para pimpinan Banggar melonjak hingga tahun lalu.
Dari data LHKPN itu, diketahui pimpinan Banggar paling kaya adalah Wakil Ketua Banggar dari Fraksi Partai Demokrat Mirwan Amir. Berdasarkan data 27 September 2003, harta Mirwan Amir mencapai Rp 27,7 miliar. Hingga kini Mirwan belum memperbaharui harta kekayaannya.
Posisi kedua ditempati Ketua Banggar Melchias Marcus Mekeng. Pada 2010, ia melaporkan kekayaannya mencapai Rp 20,7 miliar. Pada 2006, politikus Partai Golkar itu melaporkan asetnya masih Rp 18,5 miliar.
Kemudian Wakil Ketua Banggar DPR dari Fraksi PDIP Olly Dondokambey tercatat memiliki kekayaan mencapai Rp 8,4 miliar pada 2009. Sedangkan pada 2003, asset Olly masih Rp 2,4 miliar. Sementara harta Wakil Ketua Banggar dari Fraksi PKS Tamsil Linrung tercatat Rp 1,7 miliar. Data kekayaan Tamsil merupakan data 2003. Setelah itu, Tamsil belum memperbaharui harta kekayaannya.
Keempat pimpinan Banggar itu membantah menerima commitment fee sebesar 5 sampai 10 persen seperti disampaikan Farhat.
"Tidak ada itu. Yang sebenarnya ya tidak ada," kata Tamsil.
Mereka pun mempersilakan KPK untuk menginvestigasi soal commitment fee sesuai prosedur hukum yang ada.
Di Banggar lah, partai politik menempatkan para petingginya seperti bendahara, wakil bendahara dan sekretarisnya. Dengan duduk di Banggar, para pemimpin parpol itu bisa dengan mudah kongkalikong dengan pemerintah dalam menentukan anggaran karena anggaran proyek-proyek pemerintah harus melewati lembaga ini dulu.
Sudah menjadi rahasia umum, ada fee buat anggota Banggar untuk setiap proyek pemerintah yang berhasil digolkan. Dari fee proyek itulah kemudian uang masuk ke kantong para anggota Banggar dan juga disetorkan ke partai.
Soal fee untuk Banggar misalnya diuangkap oleh Farhat Abbas, pengacara tersangka kasus suap Kemenakertrans Dharnawati. Farhat mengungkapkan perusahaan kliennya diwajibkan membayar commitment fee sebesar 5-10 persen dari total nilai proyek Rp 500 miliar. Uang itu lantas dibagikan kepada Banggar dan kementerian.
"Dulu Dhamawati sebelum ditangkap menyerahkan dana sebesar 5 sampai 10 persen. Dana itu mengalir ke Muhaimin dan Badan Anggaran DPR RI," kata Farhat.
Tersangka lainnya dalam kasus itu, Dadong Irbarelawan juga membenarkan adanya fee tersebut. Maka untuk menyelidiki pengakuan tersebut KPK pun memeriksa pimpinan Banggar.
Empat pimpinan yang dipanggil KPK yakni yakni Mechias Mekeng, Mirwan Amir, Tamsil Linrung, dan Olly Dondokambey. Mereka diperiksa KPK sebagai saksi pada 20 September 2011 lalu.
Sebelumnya kasus Nazaruddin juga sudah mengungkap adanya aliran dana untuk Banggar. Mantan bendahara Partai Demokrat (PD) itu mengungkap memberikan jatah fee proyek Wisma Atlet untuk Banggar. Jatah fee itu disetorkan Angelina Sondakh dan I Wayan Koster untuk diteruskan ke Wakil Ketua Banggar Mirwan Amir. Mirwan kemudian disebut membagi-bagikan jatah fee ke pimpinan Banggar DPR. Tapi Mirwan telah membantah menerima fee itu.
"Itu kebohongan, (Nazaruddin) ini ada sedikit mentalnya terganggu dengan keadaan seperti ini Jadi sudah mengarang-ngarang semua," kata Mirwan.
Meski dibantah, anggapan danya mafia anggaran di Banggar terus menguat. Apalagi anggota Banggar Wa Ode Nurhayati pernah memberi kesaksian adanya mafia anggaran di DPR. Wa Ode menyatakan pimpinan DPR sebagai penjahat anggaran. Karena pernyataan itu, Wa Ode dilaporkan ke BK DPR oleh Ketua DPR Marzuki Alie.
Dari banyaknya dugaan mafia anggaran itu, mau tidak mau harta anggota Banggar pun menjadi sorotan. Terakhir bahkan Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) memberikan data adanya transaksi mencurigakan alias transaksi liar anggota Banggar.
Seperti apakah kekayaan anggota dan pimpinan Banggar? Ternyata kekayaan mereka memang sangat luar biasa.
Wa Ode Nurhayati yang berkonflik dengan pimpinan Banggar dan pimpinan DPR misalnya memiliki harta Rp 5,542 miliar. Istri dari Arif Muttaqin ini melaporkan harta kekayaannya terakhir ke KPK pada 30 November 2009.
Dari laporan itu diketahui, harta tidak bergerak Wa Ode terdiri dari tanah dan bangunan di Kabupten Merauke, Wakatobi dan Bekasi senilai Rp 3,88 miliar.
Sementara alat transportasi yang dimiliknya senilai Rp 1,247 miliar yang terdiri dari mobil Honda CRV tahun 2009, Toyota Harrier 2009, dan Fortuner 2008 dan harta bergerak lainnya yang mencapai Rp 405 juta dan giro dan setara kas lainnya Rp 10 juta.
Namun Wa Ode memastikan semua kekayaannya diperoleh lewat jalan yang benar. Kekayaan itu diperoleh dari bisnis konveksi yang dijalankannya. "Sejauh ini, saya tidak melakukan transaksi illegal," tegas Wa Ode.
Sebagai pengusaha, Wa Ode mengaku ia sering melakukan transaksi besar di atas Rp 500 juta meskipun telah menjadi anggota DPR. "Saya yakin itu tidak melanggar hukum. Sejak di DPR saya tidak menggunakan uang APBD dan APBN untuk pribadi," tegas Wa Ode.
Wa Ode memang menjadi sosok yang kontroversial. Ia mendapat dukungan karena dianggap sebagai whistle blower mafia anggaran dengan menyebut pimpinan DPR sebagai penjahat anggaran dalam acara 'Mata Najwa'. Namun tidak sedikit yang mencurigai Wa Ode sebagai bagian mafia anggaran. Ia pernah digosipkan menjadi calo anggaran bagi kepala daerah yang ingin anggarannya segera cair. Tapi perempuan berkerudung itu membantahnya. Ia bertemu sejumlah kepala daerah hanya untuk konsultasi normatif saja.
"Itu sama sekali fitnah. Itu tidak ada bukti hukumnya," kata Wa Ode.
Bila dibandingkan dengan pimpinan Banggar, sebenarnya kekayaan Wa Ode masih di berada bawahnya. Berdasar data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tentang laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN), harta para pimpinan Banggar melonjak hingga tahun lalu.
Dari data LHKPN itu, diketahui pimpinan Banggar paling kaya adalah Wakil Ketua Banggar dari Fraksi Partai Demokrat Mirwan Amir. Berdasarkan data 27 September 2003, harta Mirwan Amir mencapai Rp 27,7 miliar. Hingga kini Mirwan belum memperbaharui harta kekayaannya.
Posisi kedua ditempati Ketua Banggar Melchias Marcus Mekeng. Pada 2010, ia melaporkan kekayaannya mencapai Rp 20,7 miliar. Pada 2006, politikus Partai Golkar itu melaporkan asetnya masih Rp 18,5 miliar.
Kemudian Wakil Ketua Banggar DPR dari Fraksi PDIP Olly Dondokambey tercatat memiliki kekayaan mencapai Rp 8,4 miliar pada 2009. Sedangkan pada 2003, asset Olly masih Rp 2,4 miliar. Sementara harta Wakil Ketua Banggar dari Fraksi PKS Tamsil Linrung tercatat Rp 1,7 miliar. Data kekayaan Tamsil merupakan data 2003. Setelah itu, Tamsil belum memperbaharui harta kekayaannya.
Keempat pimpinan Banggar itu membantah menerima commitment fee sebesar 5 sampai 10 persen seperti disampaikan Farhat.
"Tidak ada itu. Yang sebenarnya ya tidak ada," kata Tamsil.
Mereka pun mempersilakan KPK untuk menginvestigasi soal commitment fee sesuai prosedur hukum yang ada.
.jpg)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar