INTELIJEN.co.id - Penangkapan tersangka kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Senior (DGS) Bank Indonesia, Nunun Nurbaeti, menjadi komoditas politik ter-favorit. Partai politik menunggangi isu seksi ini untuk goal-goal tertentu, termasuk untuk menghantam lawan politik. Di sisi lain, partai politik bisa memanfaatkan isu ini untuk bargain, agar skandal lain yang lebih besar tidak terungkap, demikian pandangan analis intelijen politik, F. Hadiatmojo, dalam situs beritawww.itoday.co.id.
Partai politik leluasa memanfaatkan isu penangkapan Nunun, karena memang semua partai politik bergelimang skandal dan saling sandera. Meminjam pendapat pengamat intelijen Mulyo Wibisono, bahwa semua partai punya masalah dan saling sandera. Pengusutan skandal DGS tergantung berbagai kesepakatan berbagai pihak termasuk partai politik. Saat ini Nunun sudah ditangkap. Tetapi, dalam kasus selanjutnya, apakah KPK berani mengusut keterlibatan Miranda dan meminta keterangan kemungkinan keterlibatan pihak lain?
Partai Keadilan Sejahtera (PKS), yang sebenarnya bisa memanfaatkan isu penangkapan Nunun untuk peningkatan citra, jauh sebelumnya justru memilih pasif. Hal itu terungkap dari pernyataan Sekjen PKS Anis Matta.
Kendati demikian, politisi PKS yang juga suami Nunun, Adang Daradjatun, terlihat menggunakan setiap moment untuk “menggigit” pihak lain. Terlepas dari posisi sebagai suami Nunun, Adang bertindak seperti pengacara yang terus mendorong agar proses hukum tidak berhenti pada Nunun, tetapi lebih jauh, minimal Miranda Gultom.
Adang, terlihat antusias membongkar dapur KPK dalam kasus Nunun. Ada kesan, sikap kritis Adang kepada KPK tidak lebih dari sikap politis PKS terhadap Partai Demokrat, yang direpresentasikan oleh KPK. Bisa saja Adang berhitung, bahwa pengusutan tuntas skandal suap pemilihan DGS yang hanya sampai ke Miranda Gultom akan merugikan PDIP, sehingga ada harapan, Partai Demokrat kembali bisa tertarik “bermesraan” dengan PKS.
Berbeda dengan PKS, Partai Golkar terlihat menjalankan politik “sekali dayung dua pulau terlampaui”. Untuk itu, sejak awal Partai Golkar, yang direpresentasikan oleh politisi senior Fahmi Indris, berambisi mengusut tuntas skandal pemilihan DGS. Dengan terbongkarnya skandal DGS BI, diproyeksikan, skandal Century yang menjadi bargain Demokrat-PDIP, juga ikut terbongkar. Setidaknya, dua skandal besar ini bisa menutup isu mafia pajak dan mafia anggaran, yang dikonotasikan sebagai dosa besar Partai Golkar. Atau paling tidak, Golkar berharap adanya bargain dengan Demokrat ataupun PDIP.
Bagaimana dengan permainan Partai Demokrat? Tentunya Partai Demokrat harap-harap cemas, jangan sampai skandal DGS menjadi entry point dibukanya kembali skandal Century. Tanpa bargaining dengan lawan politik, satu-satunya penyelamat Demokrat adalah KPK, yang notebene bisa menjadi alat Demokrat. Untuk itu, bisa saja Demokrat memanfaatkan posisi sebagai penguasa untuk mengatur agar proses hukum terhenti pada Nunun saja, sehingga tidak berlanjut ke pengungkapan skandal Century.
Dalam hal ini, posisi Miranda Gultom harus diamankan, jangan sampai menjadi tersangka. Miranda adalah sosok kunci yang mengetahui palgulipat skandal Century. Jika pilihannya bargain, terhentinya pemeriksaan Nunun harus menjadi center point. Toh dalam hal ini, Adang berkali-kali meyakinkan bahwa Nunun memang sudah menjadi pelupa. Artinya, selama ini memang telah ada bargain. Di mana, ketika Nunun ditangkap, skandal Century sejatinya telah menguap pula, impas dalam kubangan bargaining partai politik.
Partai politik leluasa memanfaatkan isu penangkapan Nunun, karena memang semua partai politik bergelimang skandal dan saling sandera. Meminjam pendapat pengamat intelijen Mulyo Wibisono, bahwa semua partai punya masalah dan saling sandera. Pengusutan skandal DGS tergantung berbagai kesepakatan berbagai pihak termasuk partai politik. Saat ini Nunun sudah ditangkap. Tetapi, dalam kasus selanjutnya, apakah KPK berani mengusut keterlibatan Miranda dan meminta keterangan kemungkinan keterlibatan pihak lain?
Partai Keadilan Sejahtera (PKS), yang sebenarnya bisa memanfaatkan isu penangkapan Nunun untuk peningkatan citra, jauh sebelumnya justru memilih pasif. Hal itu terungkap dari pernyataan Sekjen PKS Anis Matta.
Kendati demikian, politisi PKS yang juga suami Nunun, Adang Daradjatun, terlihat menggunakan setiap moment untuk “menggigit” pihak lain. Terlepas dari posisi sebagai suami Nunun, Adang bertindak seperti pengacara yang terus mendorong agar proses hukum tidak berhenti pada Nunun, tetapi lebih jauh, minimal Miranda Gultom.
Adang, terlihat antusias membongkar dapur KPK dalam kasus Nunun. Ada kesan, sikap kritis Adang kepada KPK tidak lebih dari sikap politis PKS terhadap Partai Demokrat, yang direpresentasikan oleh KPK. Bisa saja Adang berhitung, bahwa pengusutan tuntas skandal suap pemilihan DGS yang hanya sampai ke Miranda Gultom akan merugikan PDIP, sehingga ada harapan, Partai Demokrat kembali bisa tertarik “bermesraan” dengan PKS.
Berbeda dengan PKS, Partai Golkar terlihat menjalankan politik “sekali dayung dua pulau terlampaui”. Untuk itu, sejak awal Partai Golkar, yang direpresentasikan oleh politisi senior Fahmi Indris, berambisi mengusut tuntas skandal pemilihan DGS. Dengan terbongkarnya skandal DGS BI, diproyeksikan, skandal Century yang menjadi bargain Demokrat-PDIP, juga ikut terbongkar. Setidaknya, dua skandal besar ini bisa menutup isu mafia pajak dan mafia anggaran, yang dikonotasikan sebagai dosa besar Partai Golkar. Atau paling tidak, Golkar berharap adanya bargain dengan Demokrat ataupun PDIP.
Bagaimana dengan permainan Partai Demokrat? Tentunya Partai Demokrat harap-harap cemas, jangan sampai skandal DGS menjadi entry point dibukanya kembali skandal Century. Tanpa bargaining dengan lawan politik, satu-satunya penyelamat Demokrat adalah KPK, yang notebene bisa menjadi alat Demokrat. Untuk itu, bisa saja Demokrat memanfaatkan posisi sebagai penguasa untuk mengatur agar proses hukum terhenti pada Nunun saja, sehingga tidak berlanjut ke pengungkapan skandal Century.
Dalam hal ini, posisi Miranda Gultom harus diamankan, jangan sampai menjadi tersangka. Miranda adalah sosok kunci yang mengetahui palgulipat skandal Century. Jika pilihannya bargain, terhentinya pemeriksaan Nunun harus menjadi center point. Toh dalam hal ini, Adang berkali-kali meyakinkan bahwa Nunun memang sudah menjadi pelupa. Artinya, selama ini memang telah ada bargain. Di mana, ketika Nunun ditangkap, skandal Century sejatinya telah menguap pula, impas dalam kubangan bargaining partai politik.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar