ANTARA News

Rabu, 11 April 2012

Tuah Ical 'Marah'

Jakarta Matahari mulai menggelincir di ufuk barat. Langit menjadi redup. Tapi situasi di Komplek gedung DPR di kawasan Senayan, Jakarta Pusat, justru memanas. Sekitar 3.000 demonstran, gabungan dari berbagai elemen masyarakat baru saja berhasil menjebol pintu gerbang DPR.

Namun mereka tak bisa serta-merta merangsek ke halaman gedung DPR. Pagar betis dari puluhan anggota polisi perintis menghadang langkah mereka. Gabungan mahasiswa dan buruh ini akhirnya bertahan di depan gerbang sambil terus-menerus meneriakkan yel-yel menolak kenaikan harga BBM. 

Di belakang pagar betis polisi ini, disiagakan empat mobil water canon. Sedangkan puluhan anggota polisi lainnya juga mulai bersiap. Senapan gas air mata disiapkan. Senapan berpeluru karet tak ketinggalan.

Jauh di dalam halaman gedung DPR, puluhan anggota marinir juga mulai disiagakan. Korps baret ungu yang sebelumnya duduk santai di halaman belakang gedung DPR mulai bergerak ke halaman depan. Di atas, helikopter polisi hilir-mudik, memantau perkembangan situasi dari udara.

Sementara di gedung Nusantara II, Ketua DPR Marzuki Alie yang memimpin rapat Paripurna pembahasan Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2012 baru saja menskors sidang untuk memberi kesempatan kepada pimpinan fraksi melakukan lobi. Pasalnya, dalam pandangan fraksi tidak dicapai satu kata terkait ayat tambahan terhadap pasal 7 UU APBN 2012.

Dalam pandangan fraksi ini, hanya Fraksi Partai Demokrat yang mendukung usulan pemerintah untuk menambahkan ayat 6a pada pasal 7, yang memungkinkan pemerintah menaikkan harga BBM jika harga minyak mentah naik hingga 5 persen di atas asumsi Indonesian Crude Price (ICP) yang dipatok di angka US$ 105 per barel.

Tiga fraksi yakni FPDIP, Gerindra dan Hanura yang sejak awal tegas menolak kenaikan harga BBM, bersikeras dengan sikapnya dan tetap mempertahankan pasal 7 ayat 6 UU APBN 2012 yang melarang pemerintah menaikkan harga BBM.

Lima fraksi lainnya, yakni Partai Golkar, PPP, PKS, PAN dan PKB, masih malu-malu. Meski menyatakan menolak kenaikan harga BBM, mereka tetap memberi ruang bagi pemerintah untuk menaikkan harga BBM. Lima fraksi ini hanya berbeda dalam syarat. Golkar dan PAN sama-sama mematok angka 15 persen di atas ICP, bedanya FPG mensyaratkan angka ini merupakan rerata dalam kurun 6 bulan. Sedangkan PPP mematok 10 persen di atas asumsi ICP.

PKB secara mengejutkan mematok 17,5 persen diatas ICP, sedikit di bawah PKS yang mematok kenaikan harga minyak mentah 20 persen dari asumsi ICP.

Lobi antarpimpinan fraksi pun berlangsung alot. Tiga fraksi yakni FPDIP, Fraksi Hanura, Gerindra tetap menolak penambahan ayat 6a. “Itu sama saja dengan membodohi rakyat. Meski kulitnya menolak, isinya tetap memberi ruang bagi pemerintah untuk menaikkan harga BBM,” ujar sekretaris Fraksi Hanura, Saleh Husein.

Saat kembali membuka rapat pada pukul 22.30 WIB, Marzuki Alie langsung menawarkan tiga opsi. Opsi pertama adalah mempertahankan pasal 7 ayat 6 tanpa penambahan apapun.

Dua opsi lainnya adalah mempertahankan pasal 7 ayat 6 dengan tambahan ayat 6a yang memungkinkan pemerintah menaikkan harga BBM, jika harga rata-rata minyak mentah dalam waktu enam bulan naik 15 persen (opsi II) dan memungkinkan pemerintah menaikkan harga BBM jika rata-rata harga minyak mentah dalam kurun tiga bulan naik atau turun 10 persen dari ICP.

Setelah melalui perdebatan, opsi ini mengerucut menjadi dua opsi. Yakni mempertahankan pasal 7 ayat 6 tanpa tambahan apapun dan membenarkan pemerintah menaikkan harga BBM jika rata-rata harga minyak mentah dalam kurun enam bulan naik 15 persen dari ICP.

Marzuki Alie yang memimpin sidang terkesan ingin segera menyelesaikan rapat yang telah berlangsung lebih dari 10 jam ini. Meski mendapat protes dari sejumlah anggota dewan, akhirnya dilakukan voting.

Dalam voting terbuka, akhirnya opsi kedualah yang menang dengan dukungan 356 anggota dewan yang hadir. Sehingga pemerintah bisa menaikkan harga BBM jika rata-rata harga minyak mentah naik atau turun hingga 15 persen dari ICP.

Menjelang sidang ditutup, dua fraksi yang menentang kenaikan harga BBM, PDIP dan Hanura memilih walk out. PDIP beralasan forum sudah melanggar tata tertib DPR sehingga tidak lagi legitimate. Dengan FPKS dan Gerindra yang tertinggal, opsi menolak kenaikan harga BBM hanya didukung 82 anggota dewan. Ini pun berkat Lili Wahid dan Effendi Choirie dari FPKB yang seperti biasa menyeberang dari sikap partainya dan menolak kenaikan harga BBM.

Belasan mahasiswa yang masih bertahan di ruang sidang langsung mengamuk melihat kenyataan ini. 'Pengkhianat!” teriak mereka pada Marzuki. Tapi Mahasiswa langsung diamankan Pamdal.

Pengamat politik Arie Sudjito menilai keputusan DPR menunjukkan politik yang mengutamakan kompromistis dan bukan ideologis.

Sedangkan Direktur Puskaptis (Pusat Kajian Kebijakan dan Pembangunan Strategis) Husin Yazid, menilai keputusan ini merupakan kemenangan Golkar dengan manuver Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie berbalik arah menolak kenaikan BBM.

Ical berbalik arah karena murka setelah Ketua Fraksi Partai Demokrat Jafar Hafsah membenarkan isu yang beredar bahwa Ical mendukung kenaikan BBM. Bahkan Ical mengusulkan kenaikan yang lebih tinggi yakni Rp 2.000 per liter, selisih Rp 500 dari usulan pemerintah SBY. Sikap Ical lantas ramai-ramai diikuti parpol anggota koalisi. (Baca: Komando Balik Arah dari Cikasungka)

“Golkar melakukan manuver politik yang cerdas, dia mengambil inovasi di saat kritis. Mereka melakukan harmonisasi di mitra koalisinya dan mencari simpati di masyarakat dengan mengusulkan opsi dua,” papar Husin. 

Dengan keputusan ini memang harga BBM tidak akan naik pada 1 April ini. Namun sepanjang bulan Maret harga minyak mentah telah mencapai US$ 126 per barel, atau sudah lebih dari 15 persen dari asumsi ICP. Jika harga ini bertahan hingga lima bulan ke depan, maka dipastikan harga BBM bakal naik. Golkar mendapatkan momen politik. Tapi suara siapa sebenarnya yang mereka perjuangkan? 

Box

Jebakan Ayat Siluman

Pembahasan APBNP 2012, yang juga memutuskan apakah harga BBM akan dinaikkan atau tidak berlangsung alot. Pembahasan maraton yang dilakukan Badan Anggaran (Banggar) DPR sejak Sabtu 24 Maret 2012, beberapa kali mengalami deadlock.

Bahkan dalam rapat pada Senin 26 Maret 2012, wakil fraksi Gerindra dan Hanura melakukan aksi walk out. Mereka beralasan kehadiran mereka tidak relevan lagi karena rapat membahas hal-hal yang tidak mereka setujui. Akibatnya rapat paripurna yang semula bakal digelar Selasa 27 Maret 2012, terpaksa ditunda hingga Jumat 30 Maret 2012. Namun perpanjangan waktu ini ternyata tidak membuat rapat paripurna berlangsung mulus.

Sebelumnya, rapat Banggar dengan pemerintah sempat mengerucut ke dua opsi. Opsi pertama, subsidi energi sebesar Rp 225 triliun dengan rincian subsidi BBM senilai Rp 137,4 triliun, subsidi listrik Rp 65 triliun, dan cadangan risiko fiskal energi senilai Rp 23 triliun. Konsekuensi dari opsi ini adalah pasal 7 ayat 6 UU APBN 2012 yang melarang pemerintah menaikkan harga BBM harus dihapus.

Untuk melengkapi opsi ini pemerintah mengajukan anggaran sebesar Rp 30,6 triliun untuk kompensasi kenaikan harga BBM. Dari angka itu, Rp 25,6 triliun akan digunakan untuk Bantuan Langsung Sementara Masyarakat, sedangkan Rp 5 triliun sisanya untuk subsidi transportasi. 

Sedangkan opsi kedua, yakni subsidi energi sebesar Rp 266 triliun dengan rincian subsidi BBM senilai Rp 178 triliun, subsidi listrik senilai Rp 65 triliun, dan cadangan risiko fiskal energi Rp 23 triliun. Jika opsi ini yang dipilih, maka pemerintah tak harus menaikkan harga BBM. 

Namun perubahan sikap Partai Golkar, Kamis petang mengubah seluruh peta kekuatan. Golkar yang semula mendukung kenaikan harga BBM, tiba-tiba menginstruksikan seluruh politisinya di parlemen untuk menolak opsi yang akan berimplikasi pada kenaikan harga BBM bersubsidi.

Perubahan sikap Partai Golkar ini bersamaan dengan meningkatnya eskalasi kekerasan dalam demonstrasi menolak harga BBM. Sebuah mobil resmob hangus dibakar mahasiswa di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat. Sejumlah mahasiswa dikabarkan tertembak, meski kemudian dibantah aparat. Bentrokan antara pengunjuk rasa dengan aparat juga pecah di Makassar, Sulawesi Selatan.

Dalam situasi seperti ini, Banggar DPR kembali menggelar rapat. Namun rapat yang berlangsung hingga Jumat dini hari ini justru mementahkan opsi yang sudah disepakati sebelumnya.

Untuk mengakomodasi sikap Partai Golkar, pemerintah menawarkan untuk menambah ayat 6a, yang memberi ruang bagi pemerintah untuk menaikkan harga BBM jika harga minyak dunia mencapai 5 persen di atas asumsi ICP. Lima fraksi disebut mendukung opsi ini, tiga fraksi menolak, PKS usul 20 persen. Sedangkan Partai Golkar masih abu-abu.

Di akhir rapat paripurna akhirnya opsi ini berubah menjadi memberi ruang bagi pemerintah untuk menaikkan harga BBM jika harga rata-rata minyak mentah dalam enam bulan naik hingga 15 persen di atas/bawah asumsi makro.

Jika ditimbang-timbang, opsi ini sebenarnya hanyalah eufemisme dari mendukung kenaikan harga BBM. Karena saat ini pun harga minyak mentah telah mencapai US$ 126 per barel, sehingga syarat kenaikan harga minyak mentah mencapai 15 persen dari asumsi ICP sudah terpenuhi. Itu sebabnya trio PDIP, Gerindra dan Hanura keras menentang.

Sebaliknya Partai Golkar dengan cerdik memanfaatkan momen ini. Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia, Kuskrido Ambardi menilai Golkar akhirnya berkompromi supaya mereka tidak kehilangan atau bercitra buruk dengan mengikuti kebijakan itu dalam rumusan baru dengan menambah spesifikasi tertentu, yakni menyatakan kebijakan menaikkan harga BBM merupakan domain pemerintah.

“Cara itu membebaskan Golkar dari kemungkinan hukuman elektoral atau hukuman moral dari publik. Jadi hasil paripurna DPR, kenaikan harga itu sebenarnya gol. Tapi rumusannya saja yang berbeda,” ujarnya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar