ANTARA News

Kamis, 10 Mei 2012

GUNUNG SALAK : Keyakinan Hati Sebuah Pelega Prahara Setelah Duka


PE.U.EN.CE.KA. terdengar menggema di luasnya rimba Gunung Salak, setelah 2 hari Aku menapakinya bersama rekan – rekanku. Heh tahu nggak apa arti PE.U.EN.CE.KA. munkin barangkali ada yang belum paham bahasa orang Bolang, saya kasih tahu dah itu artinya PUNCAK, Hahaha sory bro, gue ni agak Henk gara gara sering tidur malam (pelehh…. macam sibuk kah…).
Sudah….. langsung sa…, Sebuah kabar gembira kuterima ketika selesai melaksanakan LPJ (Latihan Pra Jabatan) Calon Pegawai Negeri Sipil Praja IPDN Angkatan XIX, kabar punya kabar, selama STPDN/IPDN berdiri, baru kali ini hasil akhir (nilai) LPJ Praja itu SANGAT BUWAGUS – BUWAGUS bahkan di Pemda lain belum ada yang pernah capai hasil rekor ini, tahu nggak hasil LPJ angkatan XIX ini paling tinggi 93 dan paling rendah dapat 73, padahal standar lulusnya Cuma 60 aja. Salah satu Prestasi besar bagi angkatan kami dan IPDN tentunya.

Nah… maka dari itu pada saat penutupan kegiatan LPJ, Yang Terhormat Bapak Rektor melalui Bapak Pembantu Rektor III menyampaikan kebanggaan hati dan kelegaan hatinya kepada kami Beliau menyatakan bahwa, “ Nindya Praja Kami Bangga Pada Kalian, 2 Jempol buak Kalian”. Serentak gemuruh telapak tangan yang bertepuk, menggema di angkasa Balairung Jenderal Rudini. Sesaat kemudian hening sejenak, sunyi… tiba tiba… terdengar yel yel dari belakang. IB… IB…. IB… IB… IB…. IB…. IB… IB…. IB…. IB… IB…. IB…. IB… IB…. IB…. (dibaca I..Be…, itu artinya Ijin Bermalam).
Ijin bermalam adalah sebuah reward yang sangat ditunggu – tunggu bagi praja ketika mendapat / menghasilkan sebuah prestasi, karena mereka dapat libur walau hanya 2,3,4 hari. Setelah teriakan IB… IB…. IB…. selesai, terlihat Yang Terhormat Bapak Kepala Biro III membisikkan sesuatu kepada Bapak Pembantu Rektor III, entah apa yang dibisikkan tiba – tiba aja Bapak Pembantu Rektor III menyampaiakan, “ Baik Nindya Praja sekalian, Saya sudah mendapat bisikan dari Bapak Karo III bahwa pada tanggal 21 hingga 24 April 2011 kalian mendapatkan Ijin Bermalam, pergunakan hari – hari itu untuk kalian Refreshing. Sekali lagi, Saya Bangga kepada kalian Nindya Praja…”
Tiba – tiba orang disampingku teriak, “Hore…. Hore…. Pelehh…. 4 hari……. Kapaleh…”. hahaha….. gue juga ikut senang, 4 hari Man mau ngapain apa aja coba? Tiba tiba hp ku berdering, kubaca messsage nya, ternyata dari Ketua Kontingenku (Mas Dian Dwi.Permana.) “ Ndes, Ayo ke Gunung Salak” wah ini sebuah angin seger, kapan lagi coba, hidup di ksatrian yang mau ini, mau itu aja harus diatur, lha kok bisa NAIK GUNUNG…. Cekikikikikik…. langsung aja saya jawab “ Wokey… Budhal… (jawa : Berangkat)”. Langsung aja Ane ke Mesjid, ngucap syukur…
Di Masjid, Ane ketemu si Arif Dharmawan yang tidak lain adalah dedengkotnya Rohis IPDN, “Wah ono opo Sat nganti jungir balik nek mu ndongo? (jawa: ada apa Sat sampai jungkir balik ketika berdoa?) Gini Rif, Saya and Kakon mau naik Gunung Salak… loe mau ikut nggak? “Wah yang bener ni?” sahutnya. “Iyolah, jum’at berangkat n pendakian habis Jum’atan, gimana mau?” tanggapku. Oke gue ikut kalau gitu. Mantap lah…
Ternyata pembicaraan singkat kami terdengar pula sama Normasari (Nindya Praja Putri Asal Borneo, orang penting di keputrian Rohis), “Wah mau mendaki Salak mas? Kalau mau ikut diijinin nggak?” Saya jawab, “kalau memang mau, ngapain aku nglarang – nglarang? Sok Atuh…. tapi ajak temen putri, biar kamu nggak Putri sendiri!”. “Itu mah gampang, Siti Mariam (Nindya Praja asal Celebes, Orang penting di Meja Protokol ketika Upacara/Apel) itu juga punya jiwa petualang, dia mau ikut pastinya” sahut Norma. Kujawab “Persiapkan perlengkapan, Jum’at berangkat kita”.
Tak lupa Aku kontak teman setiaku yang ada di Poltek Telkom Mr. Kriwul alias Om Greg alias Bayu Wicaksana ( Temenku Anggota Kita Cinta Alam, Pecinta Alam SMAN 1 Madiun jaman doeloe). Kalau sama Dia nggak usah basa – basi, karena diotak Dia sudah tertanam memory yang sama denganku, berani bolos buat naik gunung. “ Om Greg, Gunung Salak tanggal 22-23 April, selesai Jum’atan ketemu di terminal Sukabumi, JANGAN TELAT!!!”. Dia jawab, “ Oke Bos, beres gue gabung, aku ngajak temen kosku Guntur (Orang Betawi Asli, Anak jakarte, yang same – same ame Kriwul Study di Telkom).” Barulah setelah itu aku laporan ke Kakon, siapa – siapa yang ikut. Eh… Belum Aku sms Kakon, Dia SMS duluan, “ si Cendol (Hazzendo Tri Wibawa, Nindya Praja asal Bojonegoro) katanya mau ikut, Pesan tenda Dum 2 buah”
Okelah team ekspedisi Gunung Salak 2211 mdpl sudah ter-List. Terdapat 7 personil antara lain. Saya ( Satria Devi K ), Dian Dwi Permana (Kakon Jatim), Arif Dharmawan (Kabid Rohis), Hazzendo ( Dalang/Pendongeng mahabrata, ramashinta generasi terakhir dengan pakem cerita Mbah Nrocos, karena mulai dari awal hingga akhir pendakian mulutnya ngoceh kayak burung cerita sana sini tentang Mahabrata dan Ramashinta), Kriwul ( bekas temenku di Pecinta Alam sewaktu SMA ), Guntur ( Temenya Kriwul di Poltek Telkom Bandung), Normasari ( Anak Borneo, teman seangkatan di IPDN), Siti Meriam ( Anak Celebes, teman seangkatan di IPDN ).
Ingat nggak cerita Bima ketika mendapat wejangan dari Dewa Ruci? Nah ini nih salah satu wejanganya “ Wahai Bima… jangan keluar rumah ketika kamu tidak mempunyai tujuan”. Kami ber-7 akan mendaki Gunung Salak, dengan tujuan menikmati keindahan alam yang telah diciptakan Allah SWT, merenungi hakikat kita sebagai seorang Manusia yang hanya seorang makhluk yang lemah ditengah - tengah ciptaan Allah SWT Yang Maha Luas, menaklukan egoisme, menaklukan nafsu, menaklukan amarah, menumbuhkan rasa sabar, prihatin, sederhana, kerja sama, konsisten, percaya diri, dan tentunya salah satu cara ampuh untuk mengenal diri sendiri dan mengenal Allah SWT, sebagai fitrah seorang Manusia yang selalu bersandar kepada kekuasaan Robbinya.
Gunung salak terkenal dengan angkernya, beberapa thread di Kaskus.com maupun di Eyang Google banyak tulisan yang menyatakan bahwa Gunung Salak itu punjernya kekuatan Gaib, petilasan Prabu Siliwangi. Ngeri juga… tapi tetap yakin pada tujuan awal dan tidak punya pemikiran lain kecuali keyakinan hati. Tidak ada gunung yang terlalu tinggi untuk didaki, selama kita yakin akan hati kita, bisa melampauinya.
Perjalanan diawali dengan sebuah rencana pendakian bahwa Kami memilih jalur Cidahu wana wisata Cangkuang 20 Km dari pusat Kota Sukabumi, itupun kami harus keluar uang banyak gara – gara harus carter angkota guna mengantarkan kami menuju Pos pendakianya. Sesuai dengan kesepakatan Kriwul dan temenya kami tunggu di Terminal Sukabumi, dan selanjutnya kami sholat Jum’at disana dan meneruskan perjalanan kami menuju Cangkuang-Cidahu. Kami sampai di pos pendakian cangkuang jalur resmi pendakian Gn.Salak dibawah naungan Perhutani Jabar ketika jarum jam menunjukan pukul 16.00 WIB. Sesaat kami lapor kepada tugasnya dan membayar tiket masuk sebesar Rp.15.000/orang (seumur – umur baru ini aku tahu naik gunung mahal, biasanya kalo nggak Rp.2.500 ya Rp. 5.000 ngurus ijinya).
Setelah perijinan beres, Perjalanan di awali dengan jalanan aspal sepanjang 1 Km dengan kiri kanan pohon mahoni, cemara dan pinus. Setelah itu gerbang pendakian yang hanya selebar 5 meter dengan tekstur jalan bebatuan bertuliskan, “Jalur resmi pendakian Gn. Salak” nampak oleh kami. Setelah selesai berdoa guna selamat dalam perjalanan selesai kami panjatkan. Lha kok tiba – tiba hujan turun dan mengguyur kami, memaksa kami untuk segera memakai jas hujan dan cover bag. Meski hujan turun dan hari sudah mulai gelap kami tetap melanjutkan perjalan, dengan pertimbangan bahwa situasi tidak begitu mengkhawatirkan untuk diambil, diselimuti dengan mahkota embun dan gemericik air.
Kondisi jalan menuju Pos 1 ( nama posnya Pos Bajuri ) berupa tanah berbatuan, ada sungai kecil, becek dan kiri kanan tumbuh – tumbuhan tropis, ada pula pohon pisang yang nggak ada buahnya memang belum berbuah kok!. Disini pula nggak kerasa ada 7 lintah (pacet) nempel di pahaku. Setelah 2 jam perjalanan kami sampai di Pos Bajuri, kita rehat 30 menitan sambil makan roti dan minum melepas dahaga. Disitu pula kami bertemu dengan pendaki dari Jakarta, dan bandung. Tiba – tiba Dian bertanya padaku, “ Heh Sat apa tu yang hitam – hitam di pahamu?”. “walah ini mah Pacet euy… mana – mana rokokmu, saya perlu tembakaunya buat melepaskanya”. Hal ini sudah diajarkan Seniorku Pecinta Alam semasa di SMA bahwa melepaskan lintah itu harus pakai air tembakau, supaya lintah dapat terlepas dengan mudah dan darah tidak muncrat keluar. “Semua Cek kakinya, siapa tahu ada Pacet yang nempel di kakimu!” kataku. “Ededehhhh…. Mas, kakiku kena juga ini tolong sekalian minta air tembakaunya” kata Mariam. “Aku Juga”, “Aku Juga”, “Aku Juga”….. Wakakakakak…. ternyata semua kena pacet, entah kenanya dimana. Yang jelas dan untungnya kami mengetahuinya.
Pukul 19.00 kami sepakat melanjutkan perjalanan menuju hektometer 26 dimana titik tengah Gn.Salak antara Pos Bajuri dan Puncak. Baru aja jalan 5 menit tiba – tiba kakiku, BLESSSZZZ….. sampai lututku tenggelam. “Walah Lumpur Bro!!! Jalan agak cepat, n kencangkan sepatu PDL kalian” kataku, sebagai Leader perjalanan. Nggak nyangka bener tekstur tanah dari pos Bajuri ke atas lumpu n becek semua, nggak ada yang nyaman pokoknya. Bagi yang mau ndaki gunung ini pakai sepatu PDL Lho ya… jangan pakai sendal, nanti dari pada tertelan lumpur sendalnya. Gelapnya malam dan jemeknya lumpur 3 jam kita lalui. Tiba – tiba kulirik jam tangan sudah menunjukan pukul 22.00. wajah – wajah pendaki sudah terlihat capek dan lesu, “okelah kita break sebentar” kataku, sambil melihat – lihat sekitar kiri dan kanan area. “Wah kita sudah sampai hektometer 26, itu disana patoknya sudah kelihatan”. “Kita lanjutkan perjalanan, kita dirikan tenda Dome disana, Bismillah” kata Arif.
Setelah lihat and cek lokasi kita akhirnya mendirikan tenda Dome, ditengah belantara sunyi dan gelap Gn. Salak. Malam itu kami habiskan ditengah perapian dan hangatnya mie rebus, kopi hitam panas kartu remi dan cerita dan tawa canda Hazzendo. Tidak terasa sudah pukul 23.30, Akhirnya kami yang putra menuju tenda Dome guna tidur. Lhoh dimana Wanita Praja Normasari dan Wanita Praja Siti Mariam? Dia sudah tidur sehabis makan mie di tenda Dome yang satunya, Saya lihat memang Dia berdua sudah begitu capek beratttt….
Malam ini terlelap sekali tidurku, terasa hangat ketika Hazzendo, Arif, Kakon, Kriwul dan Bang Guntur sama – sama berdempetan tidur disampingku. Malam itu hujan sudah reda, tapi diluar tenda tampak kabut malam mengepung kami. Untung aja untuk kali ini kebiasaanku pada saat mendaki Gunung tidak kambuh, tidak lain dan tidak bukan adalah Kencing di tengah tengah tidur (maksudnya nggak ngompol lhoh! Maksudnya, sidikit – sedikit buang air, sedikit – sedikit air di buang hehehehe….) jadi istirahaku bisa optimal.
Sinar sang fajar dan suara kicauan burung masuk di pendengaranku, angan – angan untuk segera sampai puncak pun terlintas. Ketika itu aku terbangun dan membangunkan semuanya untuk segera mengejar cita – cita menuju puncak. Setelah keluar tenda segera kunyalakan perapian dan menanak nasi, dibelakangku terlihat Hazzendo dan Arif yang sedang foto – foto dan merekam video kami ber-7, Norma dan maryam sedang menikmati kopi hangat di pagi hari. Sedangkan Kakon, Kriwul dan Bang Guntur masih Mooooolooooorrr………. (Inilah bedanya praja yang sering aerobik pagi dan yang mantul aerobik pagi, terlihat jelas perbedaanya…. hwahahahaha….).
Disamping menanak nasi, pagi ini aku bikin Omelet (dari Mie rebus yang telah masak, dicampur dengan telur dan sedikit bumbu penyedap, setelah itu dikocok dan digoreng dengan minyak yang sudah panas, lebih jelasnya lihat videonya Gan!) selain itu kami juga bikin Ikan Sarden, Ikan Teri/Asin goreng, Mie Campur/Gila. Dengan sedikit pedas – pedasan, tomat, bawang merah dan cabai di bumbunya (kebiasaan ku kalau naik gunung selalu bawa bumbu – bumbu dapur, pesan suci dari Bang Budi orang BASARNAS yang jadi Guruku waktu Survival 5 hari di Gunung Lawu) naik gunung itu jadikan sesuatu hal menarik. Hujan, gelap, badai, lapar, haus dan badai itu adalah sahabatmu ketika naik Gunung, kamu akan terbiasa bersahabat dengan Dia, Dia pula yang akan memberimu pengalaman sehingga Kamu bisa lebih tahu dan paham kondisi alam dan kondisi dirimu ketika mendaki.
Nasi beserta lauk pauknya sudah masak dan siap untuk disantap, masing – masing mendapat jatah yang pas, walaupun nggak begitu banyak sih, tapi pas! Kondisi perut harus optimal, nggak kenyang dan nggak lapar ketika naik Gunung, karbohidrat, serat dan mineral harus terpenuhi. Kalau naik gunung jangan makan mie saja atau roti saja, ini bikin sakit perut n perut tetap saja lapar,oleh karena itu kita harus makan nasi. Makan pagi sudah selesai, tenggorakanpun sudah basah. Saatnya kita siap melanjutkan perjalanan. Pukul 09.00 WIB ditemani semangat dan hangatnya sinar matahari dikala Dhuha membuat gelora kami mencapai puncaknya Gn. Salak.
Hazzendo memutuskan untuk jaga tenda ditengah perjalanan kami, ini merupakan angin segar bagi Kami. Karena kami tidak usah bawa alat – alat atau barang yang nggak perlu untuk menuju puncak, karena bisa kita tinggal n ada yang njagain. Makasih banget Ndol, Cendol (baca:Hazzendo). Kami berpamitan dengan Hazzendo yang tinggal di Hektometer 26, dan kami janji untuk segera menggapai puncak n kembali menjemputnya. Mantap dah… kita berangkat dengan Mobilitas yang sangat cepat. Lumpur, Jurang, Pohon Tumbang, Tebing, Batu Koral, Kaldera Gn. Salak kita lewati dengan lincah. Tak dipungkuri lagi ini adalah hasil dari rajinya kami setiap jam 05.00 pagi mengikuti Aerobik Pagi di Ksatrian Lembah Manglayang Jatinangor Institut Pemerintahan Dalam Negeri hingga nafas kami jadi kuat, tenaga kami jadi besar. Makasih Pak Syamsu dan pengasuh dalam membiasakan Kami untuk selalu berolahraga tiap pagi.
Kulirik jam tangan sudah menunjukan pukul 11.00 WIB, dan terlihat tumbuhan Manisrejo dan Edelweis sudah dikiri – kananku, ini pertanda bahwa kita sudah hampir sampai puncak. Ketika itu sebagai seorang leader di depan Aku agak mempercepat perjalan. Teman – teman yang dibelakang sedikit Aku tinggal dengan berlari, dan kulihat pula Tulisan “Puncak Salak 2211 mdpl” Ketika Aku lihat tulisan itu Aku Teriakan, “PE.U.EN.CE.KA” rekan rekan kita sudah sampai Gn. Salak. Terdegar dari team yang paling belakang Dian Dwi, dan Arif Dharmawan “ Lets Go, Lets Go”.
Akhirnya puncak Salak dapat kita capai dengan selamat, ini berkat karunia Allah, doa restu Orang Tua kami, Semangat Teman – teman, dan yang pasti HAZZENDO karena dialah yang mau ngejagain barang Kita di Hektometer 26 ditemani dengan sebuah Golok, matras, biskuit, dan beberapa bungkus mie dan kopi. Semua langsung bernafas laga, setelah seharian perjalanan yang sangat melelahkan. Di bawah pohon besar kukeluakan kompor portabel, dengan parafin, coklat meses, roti tawar, air putih dan cangkir. Kurebus coklat meses itu dengan sedikit air, ketika sudah mencair kuajak teman – teman yang sedang sibuk berfoto ria, untuk merayakan keberhasilan Kita dengan roti tawar celup coklat yang hangat.
Setelah puas melihat – lihat sekitar, Kota Sukabumi, Kota Bandung, dan Kota Jakarta dari puncak, yang terlihat begitu kecil di pandangan kami, kami sepakat untuk segera menjemput Hazzendo dan turun. Puncak Gn. Salak sangat unik, disini kita masih bisa lihat hutan yang rimbun, ada sela – sela jurang yang jika cerah kita bisa lihat Pesawat yang naik – turun di bandara Soeta (Soekarno-Hatta), pokoknya mantap dah kalau dilihat dari atas, garis cakrawala langit, udara yang segar, kepuasan tersendiri ketika naik Gunung. Dan tak kalah menariknya kita pun bisa berucap. “Gunung Salak Ternyata Tidak Begitu Tinggi Dari Lutut Saya” yang semula Gunung itu terlihat sangat tinggi, dan setelah kita mampu menapakinya timbul rasa kepuasaan tersendiri. Selain itu pula kita dapat pelajaran filosofi hidup ketika naik Gunung, seperti apa yang kusebut di atas. Totalitas dari segala potensi yang ada dalam diri Kita sehingga itu menunjukan Kualitas dari dalam diri kita, tak perlu ditakuti gelap malam, dinginya malam karena percaya pada Allah yang selalu menjaga Kita, samping kiri-kanan, depan dan belakang kita ada pula Malaikat yang selalu menemani Kita.
Kami turun dan menjemput Hazzendo di Hektometer 26, sesaat itu pula kita melanjutkan perjalanan untuk turun, kami pun terkejut ketika melihat medan yang telah kita lalui malam kemarin. Ternyata eh Ternyata, jalan nya memang hancur berat, lumpur dan tanah belerang. Oleh karena itu mengapa kemaren kepala saya kok sedikit pening mencium bau belerang, padahal lokasi Kawah Ratu dari jalur perlanan kami cukup jauh, terjawab sudah ketika kita tahu bahwa yang kita injak itu adalah tanah dari batu belerang yang sudah hancur, sehingga terciumlah bau belerang selama perjalanan kami menuju hektometer 26. Ngomong - ngomong bagi yang mau mendaki Gn. Salak, saran untuk nge-Camp atau ndirikan tenda itu di Pos Bajuri ( btw bajuri sampai puncak masih 6 jam), bisa pula di Hektometer 26 ( ke puncak tinggal 2 jam) atau yang terakhir di Hektometer 32 ( itu sudah tanah terakhir, karena setelah itu medan kanan dan kirimu Jurang, dengan lebar jalan hanya 1,5 meter) Jangan pula di sekitar lumpur – lumpur ( bisa jadi kamu bangun nanti basah semua and kena Pacet kan ya nggak Lucu!!!).
Kami akhirnya sampai di kaki Gn. Salak Hari Sabtu pukul 19.00 WIB Malam, dengan kondisi Capek beraat!!! Yang terbayar sudah dengan rasa puas yang tak terhingga…. Akhirnya kami lapor pada petugas Perhutani dan kembali ke Terminal Sukabumi, Lanjut ke terminal Leuwi Panjang Bandung (disini kami berpisah dengan Kriwul dan temanya yakni Bang Guntur karena akan ke Buah Batu) dan Kami pun menuju ke Jatinangor hingga sampai di Bed (tempat tidur) pada pukul Minggu 02.00 WIB Pagi, setelah bersih – bersih Aku pun merebahkan Tubuh di Bed dengan menutup mata sambil tersenyum dan hati nurani berkata, “Alhamdulillahirobbil ‘a lamin, Terima kasih ya Allah atas perjalanan ini, sungguh besar nikmatmu. Firman-Mu bahwa setelah Kesulitan itu ada Kemudahan memang benar dan Aku telah merasakanya, setelah duka Kami selama LPJ hingga Akhirnya Lulus dengan hasil yang Maksimal , Ketika kembali bertemu dengan pujaan hatiku yang telah lama “Lost” (wah tanganku terasa dingin pas nulis ini, aneh), ketika ku berhasil merengkuh Gunung Salak bersama teman – teman setiaku yang sangat tangguh. “Berilah Kami Kebahagiaan, Berilah Kami Kemudahan Dalam Menjalani Hidup Ini, Berilah Kepada Kami Pula Kemudahan Untuk Mencapai Surga-Mu Kelak di Yaumul Akhir”.
(Koceng KICITA (Kita Cinta Alam) Nindya Praja IPDN, Angkatan XIX).

1 komentar: